JELAJAHNEWS.ID -Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti pentingnya reformasi perlindungan psikososial di lingkungan pendidikan menyusul insiden meninggalnya seorang siswa SMA di Garut, Jawa Barat, berinisial P (16). P diduga mengalami tekanan psikologis berat akibat perundungan fisik dan verbal di sekolahnya.
"Tentunya kami sangat berduka atas peristiwa memilukan ini. Harapannya, kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang," ujar Puan dalam keterangan persnya, Senin (21/7/2025).
Menurut Puan, tragedi ini bukan sekadar peristiwa personal, tetapi juga cerminan dari lemahnya sistem perlindungan di dunia pendidikan. "Ini peringatan keras bahwa sistem deteksi dan intervensi dini terhadap kekerasan di sekolah masih belum memadai," tegasnya.
Sebagai informasi, P ditemukan meninggal dunia pada Senin (14/7), di rumahnya dalam kondisi gantung diri, tepat pada hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Berdasarkan keterangan keluarga, P telah mengalami perundungan sejak Juni 2025.
Puan menekankan bahwa penanganan perundungan di sekolah tidak boleh bersifat reaktif, melainkan harus dilakukan secara menyeluruh dan sistematis. Ia menyoroti minimnya kapasitas guru dalam menangani tekanan psikologis siswa, absennya konselor profesional di sekolah, serta lemahnya kanal pelaporan ramah anak.
"Kehadiran konselor psikologis profesional wajib ada di setiap sekolah, bukan sekadar guru BK tanpa pelatihan psikologi yang memadai," tegas Puan.
Ia juga mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan Daerah, untuk membangun sistem pelaporan aman dan rahasia, termasuk platform digital anonim yang mudah diakses pelajar.